Pages

Minggu, 22 Mei 2011

Mudahnya Kebaikan itu Hilang

Adakah yang tidak akan pernah mengalami perubahan di dunia ini?? Pertanyaan yang mengawali coretan di pagi hari, berharap menemukan jawaban kepastian agar tak lagi berada dalam kebimbangan.

Perubahan, percaya atau tidak, adalah salah satu aturan dalam hidup ini, ia merupakan komponen paling penting dalam hidup bila kita ingin mencapai kemajuan dan kesuksesan.

Perubahan merupakan hal yang lumrah terjadi (bahkan) menjadi sunatullah yang tak bisa dihindari, mulai dari diri, lingkungan sekitar hatta kehidupan yang dijalani akan mengalami pasang surut perubahan. Kesiapan dalam menghadapinya mutlak dilakukan agar tidak tergerus oleh derasnya arus jaman. “Semua yang ada di dunia pasti berubah, hanya perubahan sendiri yang tidak akan pernah berubah, perubahan adalah tanda kehidupan”. Demikian orang bijak berkata.

Adakalanya tertawa riang penuh gembira berubah menjadi tangis memilukan, adakalanya kepercayaan lambat laun memudar karna keraguan yang tak pernah kunjung hilang, adapula semangat dan keyakinan yang mulai padam karena rasa sakit yang tak terbantahkan, serta masih banyak lagi perubahan-perubahan dalam hal lainnya.
Perubahan memiliki efek psikologis yang sangat besar kepada pikiran manusia. Untuk mereka yang takut akannya (takut akan perubahan), perubahan tersebut terasa menjadi ancaman karena dengan perubahan ada kemungkinan segala hal menjadi lebih buruk lagi.
Tetapi bagi mereka yang berani dan percaya diri, adanya suatu perubahan justru menyenangkan dan memberi inspirasi karena di situ ada kesempatan untuk membuat segala sesuatu lebih baik lagi dari yang sekarang.
Kawan..!!! ada satu hal yang harus diingat dan patut menjadi acuan ataupun prinsip dalam hidup; yaitu menanamkan kebaikan tanpa mengharap balasan; berjuang dengan penuh keikhasan semata-mata mengharap ridha-Nya, yakinlah ketika seseorang menanam kebaikan maka kebaikan pula yang akan diraih, dan sebaliknya, ketika kejahatan yang ditanam maka kejahatan pula yang akan dituai pada akhirnya.

Tapi, tidak selamanya jalan kebaikan yang ditempuh semulus yang dibayangkan, penuh ranjau, onak dan duri yang akan datang silih berganti, yang akan memutus semangat, membuang keyakinan dan menghapus kebaikan yang pernah dilakukan. Seberapa banyak dan hebatnya kebaikan yang ditanam tapi hanya dengan satu kesalahan yang dilakukan; maka kebaikan itu seakan lenyap tak berbekas. “Halodo sataun lantis ku hujan sapoe” demikian orang sunda bilang; artinya kebaikan yang begitu besar bisa hilang karena kesalahan yang kecil.

Tetaplah istiqomah melakukan kebaikan, biarlah Allah, Rasul-Nya beserta orang-orang beriman yang akan memberikan penilaian terhadap apa yang kita lakukan.

Sabar dan tawakkal menjadi jalan terakhir yang dilakukan sebagai bukti penyerahan diri kepada Sang Pencipta; Dzat Penggenggam alam semesta Yang Maha Sempurna. Tidak ada yang mampu melebihi kesempurnaan-Nya, manusia hanyalah makhluk yang dengan segala keterbatasannya hanya bisa terus berusaha menjadi lebih baik dari hari ini, esok dan seterusnya.

Wallahu a’lam

Rabu, 13 April 2011

Konsep Hidup

َوَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَوْمًا فَقَالَ: ( يَا غُلَامُ! اِحْفَظِ اَللَّهَ يَحْفَظْكَ اِحْفَظِ اَللَّهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اَللَّهَ وَإِذَا اِسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ ) رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَسَنٌ صَحِيحٌ

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku pernah di belakang Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada suatu hari dan beliau bersabda: Wahai anak muda peliharalah (ajaran) Allah niscaya Dia akan memelihara engkau dan peliharalah (ajaran) Allah niscaya engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu. Jika engkau meminta sesuatu mintalah kepada Allah dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah. Riwayat Tirmidzi. Ia berkata: Hadits ini shahih.


“Jagalah Allah; niscaya Dia menjagamu”, Sebuah konsep yang diajarkan Rasulullah SAW tentang penjagaan yang akan Allah lakukan kepada hamba-Nya ketika hamba dengan kesadarannya mampu menjaga Allah SWT dengan baik.

‘Perlukah Allah dijaga? dengan cara hapa menjaganya?’ Pertanyaan yang sekiranya akan muncul, mengingat Kemahakuasaan Allah kepada makhluk-Nya, tidak ada seorangpun yang mampu berbuat sesuatu kecuali atas izin dari-Nya. Seperti halnya kehidupan yang memiliki hukum ‘kausalitas’ (sebab akibat); sebab orang baik maka akibat dari kebaikan yang dia lakukan, orang menghargainya, begitupun sebaliknya sebab orang jahat maka akibatnya orang lain membenci dan memusuhinya. Demikian pula dengan Allah, ketika seseorang dengan kerendahan hatinya menghadap Allah melalui aktifitas ibadahnya maka Allah SWT akan memberikan apa yang diinginkan, ketika seseorang melakukan dosa lalu bertaubat dengan ‘taubat nasuha’ maka Dia akan mengampuni kesalahan-kesalahannya. Subhanallah

Konsep penjagaan Allah ini ditemukan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad. Ibnu Abbas ra berkata, ‘saya pernah berada dibelakang Rasulullah SAW’, lalu beliau bersabda: “Wahai anak muda, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu, Jagalah Allah niscaya kamu mendapatinya dihadapanmu, Apabila kamu meminta (sesuatu) mintalah kepada Allah, Apabila kamu memohon pertolongan mohonlah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, andaikan seluruh umat manusia berhimpun untuk memberimu suatu manfaat, niscaya mereka tidak akan bisa memberimu manfaat apapun, kecuali suatu manfaat yang telah ditentukan Allah untukmu. Dan andaikan mereka berhimpun untuk mencelakaimu dengna sesuatu, niscaya mereka tidak akan bisa mencelakaimu sedikitpun, kecuali hal itu memang sudah ditentukan Allah atasmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”.

A’idh bin Abdullah al-Qarni dalam bukunya Agar dijaga Allah - Jurus Meraih Kesaktian Ilahi (ihfadzillah yahfadzka) menuliskan bahwa kita dapat mengusahakan penjagaan Allah dengan bertaqwa; meninggalkan apa yang Allah benci dan meninggalkan apa yang Allah larang.

Menurut A’idh bin Abdullah al-Qarni, cara konkrit yang bisa dilakukan untuk menjaga Allah adalah dengan menjaga shalat dan menjaga anggota tubuh dari hal-hal yang tidak baik seperti, hati, lidah, telinga, mata dan perut. Menjaga shalat dengan menunaikannya tepat waktu dan berjama’ah, menjaga hati dari riya, takabbur, sum’ah dll, menjaga lidah dari perkataan ‘rafats’, menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang tidak baik, seperti tajassus, namimah dan sebagainya, menjaga mata dari pandangan yang haram dan menjaga perut dari makanan-makanan yang tidak halal dan tidak thayyib.

Sebagai ganti dari usaha kita menjaga Allah, maka Allah akan menjaga dan memelihara kita. Sangat mudah bagi Allah untuk menggerakan orang-orang disekeliling kita untuk menjadi pengingat dikala lengah dalam urusan agama kita. Sangat mudah pula bagi Allah untuk memelihara kehidupan kita di dunia dengan menghindarkan diri dari bencana. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, jika dia berkehendak pasti yang dikehendaki-Nya akan terjadi.

Sangat mudah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana penjagaan yang Allah berikan kepada seorang akhwat yang berjilbab atas dasar agama (karna ada juga yang berjilbab mengikuti trend model) dengan tulus dan ikhlas, dihindarkan dari gangguan laki-laki ‘hidung belang’ yang lebih suka melihat wanita yang berpakain super minim, atau seorang pedagang yang jujur yang usahanya dimajukan oleh Allah, atau seseorang yang dengan segala kekurangan dirinya namun tidak pernah mengeluh atas apa yang menimpanya. Ditengah kesusahan hidup yang kita alami, Allah bisa dengan mudah mengirimkan pertolongan melalui orang-orang disekeliling kita atau dengan cara yang tidak pernah disangka-sangka. Harga yang harus dibayar untuk perlindungan dan pertolongan Allah tidaklah mahal, hanya bermodalkan ketekunan untuk bertaqwa, maka Allah akan menjaga kita.

“Jagalah Allah; niscaya kamu mendapatinya dihadapanmu”, konsep kedua yang diajarkan Rasulullah ini, bukanlah sekedar isapan jempol belaka (naudzu billah bila ada yang beranggapan seperti itu). Karena sejarah membuktikan dengan bukti-bukti yang otentik bahwa para Nabi, orang-orang baik lagi jujur dalam bertutur kata, para syuhada dan orang-orang shalih telah merasakan bagaimana kedekatan Allah bersama mereka sehingga memberi sebuah keyakinan akan kedekatan Allah, baik dikala senang maupun susah.

Nabi Ibrahim as yang dihadapkan pada keluarga yang berseberangan dengan keyakinannya, Raja Namrudz yang dzalim yang membakarnya hidup-hidup, membangun ka’bah dan sampai pada titik klimaks yang diharuskan menyembelih putra tercinta (Ismail as). Tapi dengan kesabaran yang lahir dari keimanan, semua dapat dilalui sehingga beliau dinobatkan Allah sebagai ‘Abul Anbiya’ (bapaknya para Nabi). Nabi Musa as yang harus berhadapan dengan seorang raja dzalim (firaun) yang telah memelihara dan membiarkannya tetap hidup disaat bayi laki-laki lainnya harus dibunuh, dengan perjalanan panjang dakwahnya, walau didera siksaan kepada diri dan pengikutnya tapi musa tidak bergeming sedikitpun lalu Allah menyelamatkan mereka dan menenggelamkan fir’aun beserta bala tentaranya. Demikian pula dengan Nabi-nabi yang lain.

Pantaslah bila Allah berfirman dalam ayatnya: “...jika kamu menolong [agama] Allah niscaya Dia akan menolongmu dan akan menetapkan kedudukan kamu di hadapan-Nya”. (QS. Muhammad [47]: 7).

“Apabila meminta; mintalah kepada Allah", konsep ketiga yang menegaskan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai pemilik segalanya, tidak pernah ‘sungkan’ untuk memberi apapun bila ada hambanya yang meminta. Berbeda dengan hamba-Nya, yang selalu banyak meminta dan kadang menuntut sesuatu yang bukan haknya. Bahkan seringkali ketika permintaannya belum Allah kabulkan menjadi putus asa sampai menyalahkan Allah (naudzu billahi min dzalik). Hati-hati jangan sampai kita menyalahkan Allah. Sebab, dengan tegas Alah SWT menyatakan bahwa, “….apa-apa yang menimpa kamu dari hal-hal yang buruk maka itu (sebabnya) dari (kesalahan) diri kamu sendiri”. (QS. An-Nisa [4]: 79).

Allah Azza wa Jalla mengancam orang sombong yang tidak mau berdo’a kepada-Nya.
“Dan Robb kalian berfirman : Berdo’alah kepadaku maka pasti aku akan kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang sombong dari menyembah kepada-Ku maka pasti mereka akan masuk ke neraka jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Al-Mukmin [40] : 60)

Maka wajib bagi seorang Muslim untuk dia tidak meminta/berdo’a kepada selain Allah dalam hal-hal yang tidak sanggup untuk melakukannya kecuali Allah. Barangsiapa yang meminta/berdo’a kepada selain Allah maka dia terjerumus kedalam kesyirikan yang Allah telah melarang hamba-Nya darinya. Allah berfirman : “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berdo’a kepada selain Allah yang tidak bisa memperkenankan do’anya sampai hari kiamat” (QS. Al-Ahqof [46]: 5).
Ibnu Ajab berkata: “Ketahuilah bahwa meminta kepada Allah adalah suatu yang wajib dilakukan. Karena meminta itu mengandung arti merendahkan diri, tunduk serta mengharapkan dan membutuhkan dari sang peminta (hamba). Dan hal tersebut juga mengandung pengakuan akan kemampuan yang di minta (Allah) untuk menghilangkan kesusahan dan mendatangkan kemanfaatan. Tidak ada yang patut untuk seorang Muslim itu merendahkan diri dan mengharapkan kecuali kepada Allah saja. Dan inilah hakikat ibadah. Jamiul ulum wal hikam hal. 181

“Apabila memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah”, Allah menciptakan manusia dengan segala keterbatasan dan kelemahan disamping kelebihan dan kekuatannya. Kita harus memahami segala kelemahan dan keterbatasan yang ada agar kita menyadari dan mampu mengatasi kelemahan dan keterbatasan tersebut serta menjadikannya sebagai credit point untuk mencapai derajat kemuliaan.

Sebagai makhluk, manusia lemah, manusia diciptakan dengan keterbatasan fisik dan akal. Fisiknya tidak akan mampu menggerakan alam semesta ini dengan tenaganya, akalnya tidak akan mampu menyelami segala kehendak Allah SWT. Meminta bantuan dan lindungan Allah menjadi hal yang mutlak dilakukan. “… Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa [4]: 28)

Kelemahan manusia lainnya ialah bodoh. Seperti apa yang difirmankan Allah,
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al Ahzab [33] :72)

Memikul amanat itu memerlukan ilmu dan pengamalan yang konsisten sehingga tidak mengkhianati amanat tersebut. Apabila manusia berilmu dan mampu mengamalkannya dengan istiqamah maka terlepas dari kezaliman dan kebodohan.

Oleh karena keterbatasan-keterbatasan tersebut, manusia meskipun memiliki berbagai kemuliaan, masih memerlukan Allah. Sungguh aneh jika ada manusia yang merasa bahwa ada urusan yang tidak memerlukan Allah, dengan kata lain tidak sejalan dengan apa yang digariskan oleh Allah. Padahal manusia itu lemah dan bodoh.

Sebagai makhluk lemah dan bodoh, sudah sewajarnya jika kita selalu meminta pentunjuk kepada Allah dan menjalankan semua petunjuk yang telah ada, yang telah tercantum dalam Al Quran dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. Sungguh sombong manusia yang tidak memerlukan petunjuk-Nya atau mereka-rekanya sesuai dengan pikirannya sendiri.

Wallahu A’lam


Tentang Diri

Wahai diri...janganlah berharap lebih terhadap sesuatu yang belum pasti engkau raih...kendalikan perasaanmu...janganlah terjebak dengan situasi yang akan membuatmu lebih terpuruk…jangan jadikan pengalaman sebagai masa lalu yang tidak kau hiraukan...pengalaman adalah guru yang paling berharga...guru yang mengajarimu tentang mana yang salah dan mana yang benar...yang baik untuk kau ambil yang jelek agar kau tinggalkan...berkacalah pada masa lalu...!!! berhati-hatilah...!!! jangan sampai terjerembab/terperosok masuk ke dalam lubang yang sama untuk kali ke-dua...karna sakit yang engkau rasa akan melebihi sakitnya yang pertama...cukup satu kali saja pahit ketir itu terasa...

Tapi…jangan pula engkau berputus asa dengan harapan yang kau miliki…optimis menjadi keharusan untuk menggapai cita-cita tertinggi…dengan du’a dan usaha insya Allah hasil terbaik akan kau raih…jalanilah proses itu dengan kesabaran dan tawakkal kepada-Nya…minta serta berbaik sangkalah kepada-Nya… insya Allah akan memberikan ketenangan kepada jiwa.

Wahai diri…ingatlah akan potensi yang ada dalam dirimu… yang boleh jadi tidak mampu melebihi potensi yang dimiliki pribadi lainnya…dirimu adalah manusia biasa yang tak bisa terhindar dari khilaf dan dosa…dirimu adalah manusia yang Allah ciptakan dengan berbagai macam kekurangan…jangan sombong dikala senang…jangan resah di saat sedih…

Setiap pribadi sudah Allah tetapkan kehidupannya…bahagia atau celaka…masing-masing diri memiliki kekurangan yang tak bisa dipungkiri. Berbesar hatilah menerima kenyataan, jangan biarkan penyesalan menjadi penghambat diri…jalan kebaikan masih terbentang luas dihadapan…insya Allah…

Wahai diri…jika engkau menyayangi dan mencintai…jagalah dengan sepenuh hati… sayangi dan cintai ia karna Allah…jadikanlah ia bunga terindah yang akan menghiasi hari-harimu…jangan biarkan menjadi layu dan kering karena tak pandai kau merawat serta menjaganya…siramilah selalu dengan air kehidupan agar ia tetap tumbuh subur…janganlah engkau sia-siakan…disaat bunga itu layu kering berguguran…barulah penyesalan yang kau rasakan…ketika ia meninggalkanmu…barulah engkau menyadari betapa berharganya ia dan tak pernah kau dapati penggantinya…

Janganlah kau membuat dirinya ragu akan ketulusanmu yang akan menghilangkan keyakinan terhadap harapan yang sedang kau bangun bersama…karena kata-kata yang tidak disadari terucap dari lisanmu…kata-kata yang biasa menurutmu…tapi berdampak luar biasa dalam pandangannya…kembalikanlah ia seperti sedia kala…yang menyayangi dan mencintaimu dengan setulus hatinya…katakan bahwa kau masih bersamanya…tidak ada sedikitpun yang berubah…tidak akan pernah berubah dan akan tetap seperti itu…always and forever…

Wahai diri…perbaikilah dirimu selagi masih ada kesempatan, jangan biarkan kebencian, ke-egoan dan kekesalan menghiasi hari-harimu…tebarkanlah cinta, kasih sayang…tetapkan tujuan hidup demi menggapai ridha Ilahi…

Wahai diri…tidak ada yang sempurna di dunia ini…segala kesempurnaan hanyalah milik Allah Jalla wa ‘Ala. Semua yang ada…semua yang diraih merupakan kehendak yang tak bisa dihindari…terimalah dengan tangan terbuka…terimalah dengan kebesaran hati…insya Allah ketenangan dan kebahagiaan akan diraih pada akhirnya…

Wallahu A'lam

Jumat, 26 November 2010

Senin, 22 Februari 2010

Pelita Hidupku

Zaujatie... tiga bulan sudah kita menjalani hidup bersama, kalau dihitung hari, lama memang; kurang lebih 90 hari jumlahnya. Namun, rasanya baru kemarin akad itu terucap (disuruh ngulang lagi...hufth) dan meninggalkan kenangan yang tak mungkin terlupakan (obrolkeuneun buat anak incu, hehe...) yang hanya terjadi di pernikahan kita (sigana mah...tapi duka). Alhamdulilah semuanya dapat dilalui dengan penuh kesabaran. Kita-pun mempunyai keyakinan yang sama; kesabaran bisa menjadi kunci keberhasilan.

Namun, semua kemeriahan itu telah berlalu, kita melangkah berdua menjalani hari-hari, beriringan dan bergandeng tangan menghadapi setiap luka-liku kehidupan yang akan dilalui, belajar mandiri untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, saling berbagi kasih dan sayang yang tak kan pernah pudar dimakan zaman insya Allah. Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan usia pernikahan kita yang akan terus bertambah, ke-sederhana-an dan ke-sahaja-an akan selalu menjadi penghias diri, mendidik hati agar senantiasa suci dan menyerahkan segala urusan kepada yang memiliki hati. Uang dapat dicari, harta bisa didapat dengan usaha, tapi hati tak kan pernah bisa dibeli dengan rupiah karena luar biasa berharganya yang tak kan ternilai sekalipun dengan kemewahan yang berlimpah.

Zaujatie...betapa bangga dan bahagianya hati ini, memiliki istri seperti dirimu (tidak berlebihan kok...) yang penyabar (insya Allah), penuh pengertian dan perhatian, menjadi tongkat untuk menapaki jalan terjal kehidupan, penunjuk jalan saat mendapati kebuntuan dan pelita dalam kegelapan. Teringat dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Jadilah istri sholehah, apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)

Kini, tiga bulan telah kita lalui bersama, diusia pernikahan yang masih seumur jagung benih kasih sayang telah tertanam dalam rahim-mu, dambaan setiap insan yang merajut kasih dan sayang atas dasar cinta kepada Sang Pencipta. 1 (satu) bulan usia kandunganmu, usia kehamilan yang masih sangat rentan. Oleh karenanya perlu penjagaan yang extra agar dia bisa tetap ada dan tumbuh sesuai dengan keinginan kita, sebuah cita-cita dan harapan telah ditanamkan padanya,“keshalehan” menjadi hal pertama dan utama.

Zaujatie...terima kasih atas segala kebaikan yang engkau tanamkan dalam keluarga kita, insya Allah tujuan pernikahan seraya menjadi nyata; Sakinah, Mawaddah wa Rahmah (SaMaRa). Amiin.

“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)

Rabu, 27 Januari 2010

Cihuii...Nikah Juga

Karya : Abu Aufa

tentang-pernikahan.com - Cinta, duuuh cinta...
Virus cinta emang bisa bikin blingsatan dan jungkir balik gak karuan. Uring-uringan, hingga makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Bahkan dapat merubah pribadi seseorang, yang awalnya benci banget kata-kata puitis nan manis, mendadak jadi pujangga yang pandai menebar janji tuk memikat hati.

Sambil bersimpuh dengan seikat bunga mawar ditangan, sang pujangga pun merayu sang pujaan, "Duhai belahan hati, tak dapat kuhidup tanpa dirimu di sisi."

Kadang ia bergaya bagaikan bintang film India, "Adinda..., belahlah dadaku ini, kan kau lihat ada dirimu di sana."

Sang gadis pun tersipu malu, hidung kembang-kempis dan jempol kaki jadi gede, "Idih... abang bisa aja nih."

Tak peduli siang malam, yang dipikirkan hanya juwita sayang impian seorang. Tak tahan dengan rayuan maut sang pujangga karbitan, si gadis pun langsung jatuh cinta. Jiwa terbang ke awang-awang, bermain dengan bintang gemintang.

Akhirnya, adik jadi milik abang seorang.

Cihuiii... nikah juga!!!

Pesta tiga hari tiga malam pun diadakan, ngikutin tradisi bintang-bintang sinetron atau anak orang-orang kaya. Meriah, dengan orkes dangdut setiap malam yang memekakkan telinga, juga tak ketinggalan pemutaran layar tancap di depan rumah.

Tamu-tamu begitu banyak yang datang, dan tak henti-hentinya ucapan selamat dihaturkan, "Duuh neng, cantiknya...," seraya tangan mencubit gemes pengantin perempuan.

"Aduuh!" ternyata nyubitnya sakit juga, sambil ngedumel dalam hati, "Iih... luntur deh make-up, nih ibu reseh banget sih!"

Tapi senyuman masih mengembang, memikirkan banyaknya amplop yang akan diterima, dan kembali berbisik dalam hati, "Sudah tradisi...," menirukan iklan produk biskuit di tivi.

Rasa puas serta bahagia terpancar dari kedua pasangan, dan tentu saja keluarga besar. Bangga, bisa membuat pesta gede-gedean karena katanya itu simbol kaum terhormat dan kaya raya.

Rencana bulan madu pun tak lupa dipikirkan, "Bang, ntar kita bulan madu kemana?" tanya istri sambil bergelayut manja.

"Kemana aja boleh, terserah adikku sayang," sambil mencium pipi dengan mesra, muaaah! Maklum, pengantin baru.

"Huu... yang benar dong jawabnya," pura-pura merajuk.

"Kalo ke bulan, adik mau ikut?"

"Ikuuut...," sambil memegang erat tangan kekanda tercinta.

Aih... aih...

* * *

Cinta, duuuh cinta...
Di awal pernikahan duhai sungguh indah, sayang-sayangan yang bikin mabuk kepayang. Makan saling suap-suapan, di jalan pun tangan saling bergandengan, hingga kadang membuat iri yang belum menemukan pasangan. Tak lupa foto adinda yang sedang tersenyum dipajang di meja kerja, dielus-elus saking cintanya, karena tak sabar ingin segera pulang ke rumah.

Jam kerja kadang digunakan untuk telpon-telponan, "Lagi ngapain, honey?"

Karena masih pengantin baru, masih gede rasa cemburu.

"Hani? Siapa tuh Hani? Kan namaku bukan Hani, pacar baru lagi ya?"

Hiks... hiks... hiks...

Hah???

* * *

Waktu berlalu, hari berganti hari hingga tahun berganti tahun. Layaknya sebuah kehidupan, tentu ada pasang surut. Roda pun tak selalu di atas, selalu ganti berputar. Begitu juga perjalanan bahtera rumah tangga anak manusia, kadang manis tak jarang pula sebaliknya.
Gejolak cinta di masa muda yang begitu bergelora untuk mendapatkan pasangan jiwa lalu berganti dengan keluh kesah, hingga bosan pun meranggas cinta. Suami yang dulu begitu mesra, perlahan mulai lupa dengan yang di rumah. Sang istri kini lebih sering merenung sambil bersenandung lagu Kemesraan-nya Franky Sahilatua, berharap kemesraan yang dulu janganlah cepat berlalu.
Istri kadang sendirian, karena kekanda tercinta suka pulang larut malam. Makan malam yang dihidangkan pun kini tak lagi disentuh, karena restoran telah menjadi pilihan. Dilayani pelayan-pelayan yang berpenampilan rapih, bagi sang suami lebih menyenangkan daripada disambut istri yang wajahnya penuh dengan masker bengkoang dan celemek kucel penuh bau masakan beraneka-ragam. Bahkan tak jarang kepala bermahkotakan rol rambut aneka warna.

Ah... Rumah tangga kini tak lagi tampak mesra. Suami yang dulunya selalu berjanji sehidup semati, kini lain di bibir, lain di hati. Sindir menyindir sering jadi luka yang menyayat pedih.

* * *

"Neng... manusia itu tak ada yang sempurna, semua pasti ada kekurangannya," nasehat Wak Haji di mushola kecil yang diapit rumah-rumah mewah di kompleks perumahan tersebut.

"Suami istri saling cekcok atau bertengkar itu hal yang biasa," beliau kembali menambahkan.

"Wak Haji juga dong?" cepat memotong.

"Lha iya, emang saya bukan manusia?" Wak Haji menjawab sambil mesem-mesem.

"Lho, mestinya Wak Haji ngasih contoh yang baik, masak udah haji kok bertengkar?"

Lalu kembali berkomentar, "Kalo Wak Haji yang udah tua gini masih juga suka berantem, lha kita yang muda ini nyontohnya ke siapa? Wak Haji mikir dong, mikir...!"

Wuaaah...!!!

"Aih... aih... Wak Haji gitu aja marah, terusin deh" senyum-senyum.

Sambil menahan gemes, Wak Haji pun melanjutkan, "Neng juga harus inspeksi diri sendiri..."

"Mungkin introspeksi ya Wak, maksudnya?" membenarkan.

"Oh iya, ya itu..., Neng juga harus intrupsi"

"Introspeksi Wak, bukan intrupsi!" kembali membenarkan, sembari menahan kesal.

"Aduuh... susah ya pakai istilah tingkat tinggi, apa tadi, inflasi?" Wak Haji bertanya kembali.

Wuaaah...!!!

"Aih... aih... Neng, gitu juga marah, he... he... he...," Wak Haji terkekeh-kekeh, girang banget bisa membalas.

"Tak ada gading yang tak retak, demikian juga rumah tangga. Lautan masih terlalu luas terbentang, ribuan karang siap menghadang, ombak pun kadang menerjang. Karena itu semua persoalan tak hanya dapat dipecahkan dengan cinta, tapi juga butuh sikap dewasa," nasehat Wak Haji.

Kembali beliau menambahkan,

"Untuk bersikap dewasa harus ada yang namanya ujian. Nah..., jadikan ujian itu sebagai pernik-pernik dalam pernikahan, ia akan menjadi indah saat setiap pasangan menyikapinya dengan dewasa, bukan dengan amarah. Sikap dewasa akan menyuburkan cinta, sehingga istri atau suami akan lebih mengutamakan pasangannya. Misalnya nih contoh gampangnya, kadang si istri lebih senang berdandan untuk orang lain daripada suaminya, atau sebaliknya."

"Maksudnya Wak Haji?" bertanya, karena belum jelas.

"Iya, coba si Neng inspeksi, eh... apa tadi, inflasi?" sahut Wak Haji seraya membenarkan letak kopiahnya.

"Idih mulai lagi nih, introspeksi, Wak Haji" sambil menahan senyum.

"Eh iya, si Neng coba introspeksi diri, apa iya kalo dandan di rumah juga seperti ini? Padahal Islam menganjurkan kalo berdandan untuk suami di rumah itu jauh lebih baik daripada untuk orang lain," nasehat Wak Haji bagaikan air bening yang merembes di telaga hati.

Si Neng hanya terdiam, membenarkan. Kemudian ia merenung betapa indah, bahkan teramat indah Islam mengajarkan syariat kepada para pemeluk-Nya, hingga mengatur hal-hal yang sangat sederhana. Ia tertunduk malu, karena terkadang terlalu berlebihan berdandan untuk orang lain saat keluar rumah, padahal yang lebih utama semestinya itu adalah hak kekanda, sang belahan jiwa.

* * *

Krek... Suara pintu dibuka, suami tercinta baru pulang kerja.

"Aih... aih..., mau kemana malam-malam begini?" tanya suami curiga, melihat istri yang berdandan begitu cantiknya.

Ia hanya diam, dan tersenyum manis sementara kekanda tercinta masih bengong, menatap tak percaya.

"Nggak kemana-mana, emangnya gak boleh tampil cantik di rumah?" jelas adinda sambil mengedipkan genit sebelah matanya.

"Kata Wak Haji, istri itu harus melayani suami dengan baik, termasuk tampil cantik saat ia ada di rumah," menirukan apa yang telah didengarnya di mushola.

Suami terharu, aaah... ia memang telah tampil beda. Suami pun sadar bahwa dirinya dan juwita tercinta memang sudah beranjak jauh dari masa-masa muda yang penuh gelora, tapi kekuatan cinta akan selalu menjadikan seseorang berusaha memberikan yang terbaik kepada yang dicintainya. Sang pujangga lalu berjanji dalam hati, untuk selalu menjadi pujangga cinta bagi adinda, sang belahan jiwa.

"Abang...," istri berkata perlahan.

Dalam hati sudah mengira, pasti adinda akan meminta maaf atas segala kekhilafan yang dilakukannya, sehingga dengan cepat ia berkata,

"Sudahlah dek, abang juga salah, suka mengabaikan tanggung jawab di rumah," terharu, mata tambah berkaca-kaca.

"Aih... aih..., emangnya saya mau ngomong apa," gerutunya dengan manja, "Cuma mau nanya, kan udah awal bulan, uang gajiannya mana?"

Hah???

Selasa, 26 Januari 2010

Wanita Shalihah; Perhiasan Terindah Dunia

Sebuah berita gembira datang dari sebuah hadits Rosul bahwa Rosulullah Saw. Bersabda :
”Seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’i dan Ahmad)


Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah-tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Swt., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Swt. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.

Kualitas seorang istri seharusnya memenuhi sebagaimana yang disenangi oleh pencipta-Nya yang tersurat dalam surat Al-Ahzab. Seorang Wanita Muslimah adalah seorang wanita yang benar (dalam aqidah), sederhana, sabar, setia, menjaga kehormatannya tatkala suami tidak ada di rumah, mempertahankan keutuhan (rumah tangga) dalam waktu susah dan senang serta mengajak untuk senantiasa ada dalam pujian Allah Swt.

Ketika seorang Wanita Muslimah menikah (menjadi seorang istri) maka dia harus mengerti bahwa dia memiliki peranan yang khusus dan pertanggungjawaban dalam Islam kepada pencipta-Nya, Allah Swt. menjadikan wanita berbeda dengan pria sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Qur’an:
”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (Q.S. An Nisaa’ , 4:32)

Kita dapat melihat dari ayat ini bahwa Allah Swt. membuat perbedaan yang jelas antara peranan laki-laki dan wanita dan tidak diperbolehkan bagi laki-laki atau wanita untuk menanyakan ketentuan peranan yang telah Allah berikan sebagaimana firman Allah:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Q.S. Al Ahzab, 33:36)

Karenanya, seorang istri akan membenarkan Rasulullah dan akan membantu suaminya untuk menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syari’ah (hukum Islam) dan memastikan suaminya untuk kembali melaksanakan kewajiban-kewajibannya, begitupun dengan kedudukan suami, dia juga harus memenuhi kewajiban terhadap istrinya.

Diantara hak-hak lainnya, seorang istri memiliki hak untuk Nafaqah (diberi nafkah) yang berupa makanan, pakaian dan tempat untuk berlindung yang didapatkan dari suaminya. Dia (suami) berkewajiban membelanjakan hartanya untuk itu walaupun jika istri memiliki harta sendiri untuk memenuhinya. Rasulullah Saw. Bersabda :
”Istrimu memiliki hak atas kamu bahwa kamu mencukupi mereka dengan makanan, pakaian dan tempat berlindung dengan cara yang baik.” (HR. Muslim)

Ini adalah penting untuk dicatat bahwa ketika seorang istri menunaikan kewajiban terhadap suaminya, dia (istri) telah melakukan kepatuhan terhadap pencipta-Nya, karenanya dia (istri yang telah menunaikan kewajibannya) mendapatkan pahala dari Tuhan-Nya. Rasulullah Saw. mencintai istri-istrinya karena kesholehan mereka.

Aisyah Ra. suatu kali meriwayatkan tentang kebaikan kualitas Zainab Ra., istri ketujuh dari Rosulullah Saw.,
”Zainab adalah seseorang yang kedudukannya hampir sama kedudukannya denganku dalam pandangan Rasulullah, dan aku belum pernah melihat seorang wanita yang lebih terdepan kesholehannya daripada Zainab Ra., lebih dalam kebaikannya, lebih dalam kebenarannya, lebih dalam pertalian darahnya, lebih dalam kedermawanannya dan pengorbanannya dalam hidup serta mempunyai hati yang lebih lembut, itulah yang menyebabkan ia lebih dekat kepada Allah”.

Seperti kebesaran Wanita-wanita Muslimah yang telah dicontohkan kepada kita, patut kiranya bagi kita untuk mencontohnya dengan cara mempelajari kesuciannya, kekuatan dari karakternya, kebaikan imannya dan kebijaksanaan mereka. Usaha untuk mencontoh Ummul Mukminin yang telah dijanjikan surga (oleh Allah) dapat menunjuki kita kepada karunia surga.
Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
“Ketika seorang wanita menunaikan sholat 5 waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan masuk surga dengan beberapa pintu yang dia inginkan.” (HR. Al Bukhari, Al Muwatta’ dan Musnad Imam Ahmad)

Wahai Muslimah yang tulus, perhatikan bagaimana Nabi Saw. menjadikan sikap ta’at kepada suami sebagai dari bagian amal perbuatan yang dapat mewajibkan masuk surga, seperti shalat, puasa; karena itu bersungguh-sungguhlah dalam mematuhinya dan jauhilah sikap durhaka kepadanya, karena di dalam kedurhakan kepada suami terdapat murka Allah Swt.
Wallahu a’lam bish showab..


sumber : www.thejihads.com